Pendapat

Pengujung 90an, Makassar Masuki Digitalisasi Jurnalisme Radio

PENDAPAT

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator Satupena Provinsi Sulawesi Selatan)


Era keterbukaan pers, di masa awal Reformasi, juga berdampak pada dunia penyiaran. Radio siaran mulai memproduksi berita sendiri, sehingga butuh dukungan teknologi dan penguatan kapasitas SDM penyiaran. Pada periode inilah di Makassar, radio-radio bersentuhan dengan digitalisasi penyiaran.

Indikator digitalisasi terjadi, bisa dilihat pada produksi siaran, baik untuk mengedit berita, membuat iklan, atau program siaran lainnya. Paling kentara adalah penggunaan perangkat lunak Winamp untuk memutar musik dan video, yang sekarang berkembang menjadi program multiguna. Pemanfaatan aplikasi Cool Edit Pro, untuk pengeditan, juga jadi penanda radio-radio memasuki era digital.

Di ruang siar, digitalisasi radio paling terlihat lagi. Penyiar, yang sebelumnya membawa kaset atau compact disc (CD) ke ruang siar, sejak digitalisasi, tak lagi menghadapi kerepotan itu. Semua lagu yang akan diputar, termasuk iklan, sudah ada di layar komputer. Music Director sudah menyiapkannya. Play list tersedia, tinggal diklik saja.

Studio-studio terlihat canggih dengan adanya layar TV yang tersambung ke satelit. Di Radio Bharata FM, tempat kerja saya, tersedia satu monitor TV yang terhubung dengan Deutsche Welle, Jerman. Kebetulan salah seorang mantan penyiar radio yang beralamat di Jalan Rajawali No 16 itu, bekerja di DW. Ada pula parabola yang terhubung ke satelit dengan Kantor Berita Radio (KBR) 68H Jakarta.

Saya bukan orang teknik dan tak cukup paham penggunaan teknologi berkaitan dengan produksi siaran. Untuk urusan produksi di Bharata FM, sudah ada timnya. Ada Darul Aqsa dan Adam Hermanto. Yang saya ingin cerita dalam tulisan ini, terkait peran kecil saya, saat Makassar memasuki era sofistikasi penyiaran, khususnya jurnalisme radio.

Bulan September 1999, AJI Makassar, eLSIM, dan ISAI mengadakan Workshop Jurnalisme Radio di kantor eLSIM, Jalan Pengayoman. Bangunan kantornya sekarang tidak ada, tapi lokasinya dekak pom bensin Pengayoman). Saya dan Harry Triyadi (Radio Mercurius FM) diminta sebagai pelaksana kegiatan. Alasannya, mungkin karena kami berlatar belakang radio. Saat itu, saya dan penyiar yang punya nama asli Ridwan F Rasyid itu, memang sering main di eLSIM. Tahun itu juga, saya tercatat sebagai anggota AJI Makassar.

AJI (Aliansi Jurnalis Independen) merupakan organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan pers, mendukung demokratisasi, dan memperjuangkan hak publik akan informasi. AJI mendukung kesejahteraan jurnalis dan melawan kekerasan terhadap jurnalis. Pengurus AJI Makassar di masa awal, punya benang merah dengan eLSIM, dan jaringan ke ISAI Jakarta. ISAI mengusung semangat yang tak jauh beda, bergerak di bidang kebebasan berekspresi, kemerdekaan pers, dan kebebasan berpikir.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2Next page

Berita Serupa

Back to top button