NGULIK: NGomong Urusan pubLIK
Menghabiskan lebih 9 jam di perjalanan dari Bula, Seram Bagian Timur (SBT), akhirnya tiba juga di Pelabuhan Ferry Waipirit, Seram Bagian Barat (SBB). Jam di arloji saya menunjukkan pukul 02.47 WIT. Sementara cuaca di sekitar pelabuhan cukup dingin menusuk. Hujan gerimis dan angin laut yang berembus sepoi-sepoi basah.
Tapi, ketibaan ini bukanlah akhir dari perjalan. Mobil yang saya tumpangi masih harus menunggu, hingga jadwal ferry perdana, yaitu pada pukul 06.00 WIT nanti. Ujungnya, jarak waktu “nganggur” itu saya isi dengan ngopi. Ya, sambil mikir sana mikir sini. Yang positif tentunya.
Pertanyaan muncul. Kenapa jam berangkat ferry perdana pukul 06.00 WIT? Apa itu disebabkan oleh mobilitas orang dan barang yang menggunakan moda tranaportasi ferry di rute ini, masih relatif minim? Boleh jadi. Sebab, semua aspek pada sejatinya tidak bisa tidak dipertimbangakan secara konprehensip dan berbasis menajemen resiko.
Sebutlah, secara ekonomis, jangan sampai antara pengeluaran dan pemasukan tidak proporsional, sehingga berakibat hanya mendatangkan kerugian tok, misalnya.
Tapi, bukankah public service (pelayanan publik) juga membutuhkan hadirnya kebijakan yang tidak populer. Artinya, dalam konteks pelayanan publik, titik persoalannya tidak melulu pada soal untung rugi. Tapi lebih pada bagaimana agar masyarakat dapat menikmati hasil dari proses jerih payah memeras keringat, atau kontribusinya (pajak) kepada negara, dimana pemerintah berfungsi sebagai eksekutor kebijakannya.
Andai saja, kepentingan publik (the interest of public service) menjadi urusan prioritas, maka saya berkeyakinan bahwa sistem yang baik dan benar pasti dibutuhkan, dan dikonstruksi untuk menjamin pelayanan publik benar-benar benar dinikmati oleh dan memuasi(?) semesta komponen, yang tersangkut dalam kerja pelayanan publik tersebut.
Tidak ada faktor tunggal dalam urusan pelayanan publik. Itu berarti, sistem hanyalah salah satunya. Faktor ketersediaan dan kesiapan sumber daya manusia dan sumber daya finansial yang mendukung dan madai misalnya adalah faktor-faktor lain yang terintegrasi dengan faktor sistem. Dalama kalimat lain, ketiganya adalah sebuah bangunan sinergis.
Ketiga faktor tersebut, masing-masingnya, dapat dipastikan memiliki pertanyaan (induk berikut turunannya) sediri-sendiri. Dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan menjadi alasan pembenar (rasion d’etry), dan memiliki kemungkinan (probabilitas) ditelurkannya sebuah kebijakan publik terkait operasionalisasi moda transportasi ferry oleh pemerintah (daerah).
Itu yang sempat terpikirkan. Sayang, kopi saya tinggal seperempat gelas. Kadar ini tidak cukup kuat untuk mendorong saya berpikir lebih lanjut. Jadi, saya titik saja dulu di sini. Nanti disambung lagi pada momen ngopi di lain waktu dan tempat. Saya mohom izin tuk habiskan kopinya.
Oh ya, hampir lupa, “NGULIK” itu maksudnya NGomong Urusan pubLIK
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi