Kuasa Hukum Buruh PT. Natatex Prima, Ajis Talaohu: Tuntutan Keadilan atas Hak yang Lama Tertunda
potretmaluku.id – Perjuangan para buruh PT. Natatex Prima (dalam kondisi pailit) terus berlanjut. Aksi yang dilakukan di area pabrik bertujuan untuk menuntut pemenuhan hak-hak karyawan yang hingga kini belum terealisasi, meskipun sudah menunggu bertahun-tahun.
Hak-hak yang menjadi tuntutan buruh mencakup gaji serta tunjangan yang tertunda pembayarannya. Ironisnya, beberapa di antara karyawan bahkan telah meninggal dunia tanpa sempat menerima hak mereka.
Menurut Ajis Talaohu, kuasa hukum buruh PT. Natatex Prima, perjuangan ini bukan hanya soal materi, melainkan juga keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Latar Belakang Pailit PT. Natatex Prima
Sebagaimana diketahui, PT. Natatex Prima dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 21 November 2024, dengan nomor perkara 228/Pdt.SusPKPU/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst. Status pailit ini membawa dampak serius terhadap kewajiban perusahaan terhadap kreditur dan karyawannya.
Ajis Talaohu menegaskan bahwa aksi buruh ini didasari oleh lamanya waktu tunggu atas hak-hak mereka. Beberapa buruh bahkan sudah menunggu lebih dari sembilan tahun tanpa kepastian.
“Aksi ini semata-mata untuk memperjuangkan hak yang sudah terlalu lama tertunda. Ini adalah perjuangan demi keadilan. Ada karyawan yang sudah meninggal tanpa menerima apa pun. Perusahaan harus bertanggung jawab,” jelas Ajis pada Sabtu (25/01/2025).
Inti Permasalahan dan Tuntutan Buruh
Meski aksi ini berlangsung di area pabrik, para buruh menegaskan bahwa mereka tidak bermaksud menghalangi Kreditur Separatis yang memegang hak atas agunan (chase) untuk masuk dan melakukan appraisal. Namun, mereka meminta adanya jaminan kepastian bahwa hak-hak mereka akan dipenuhi secara penuh dan adil.
“Kami tidak menghalangi pihak Kreditur Separatis untuk masuk, tetapi kami ingin ada kepastian terlebih dahulu mengenai pembayaran hak-hak buruh,” tegas Ajis.
Berdasarkan Daftar Piutang Tetap (DPT) yang dirilis oleh Tim Kurator pada 23 Januari 2025, jumlah piutang untuk Kreditur Preferen Buruh mencapai Rp58,7 miliar, sementara Kreditur
Separatis memiliki piutang senilai Rp30,3 miliar. Namun, Kreditur Separatis mengajukan tagihan sebesar Rp80,9 miliar. Hingga kini, belum ada sikap resmi dari kuasa hukum Kreditur Separatis terkait DPT tersebut.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi