PendapatSeram Bagian Timur

Kritik, ASN, dan Media Sosial: Refleksi Bupati SBT dalam Halal Bihalal yang Menggugah

PENDAPAT

“Kalau bukan karena kritik rakyat, bagaimana kita tahu di mana harus membenahi?”

Pertanyaan itu meluncur lirih namun tajam dari mulut Bupati Seram Bagian Timur, Maluku, Fachri Husni Alkatiri, di hadapan ratusan pegawai negeri yang berkumpul rapi di pelataran kantor bupati.

Angin sepoi-sepoi membawa hembusan asin dari laut, menyapu wajah-wajah ASN yang sebagian masih menyimpan lelah dari libur panjang, namun kini dipanggil untuk menyimak sesuatu yang lebih dari sekadar pidato seremonial.

Hari itu, Rabu 9 April 2025, suasana Halal Bihalal berubah menjadi ruang refleksi. Bukan sekadar ajang silaturahmi, tetapi juga momentum pengingat: bahwa di balik jabatan, gaji bulanan, dan struktur birokrasi, ada harapan rakyat yang menggantung di pundak para abdi negara.

Di Balik Wajah ASN, Ada Hati Rakyat yang Menunggu

Siti (bukan nama sebenarnya), seorang guru honorer yang datang dari kecamatan Kiandarat, berdiri di barisan paling belakang. Ia datang bukan untuk bersalaman semata, tapi untuk mendengar—barangkali ada secercah harapan yang bisa ia bawa pulang ke desa.

Selama bertahun-tahun, ia menyaksikan bagaimana keluhannya tentang kurangnya fasilitas sekolah seperti dilempar ke ruang hampa. “Kami sering dianggap cerewet,” ujarnya pelan, “padahal kami hanya ingin anak-anak di desa bisa belajar dengan layak.”

bupati sbt
Bupati Seram Bagian Timur, Maluku, Fachri Husni Alkatiri.(Foto: Tim Media Bupati SBT)

Maka ketika Fachri dengan lantang berkata, “Pejabat publik harus terbuka terhadap kritik”, tak sedikit mata yang menoleh. Kalimat itu mengguncang diam-diam. Apakah ini hanya retorika panggung? Atau benar-benar panggilan untuk perubahan?

Kritik Bukan Musuh, Tapi Cermin

Dalam pidatonya, Fachri mengingatkan seluruh ASN, dari penjabat sekda hingga staf paling bawah, untuk tidak bersikap alergi terhadap kritik. “Kadang kritik itu berlebihan, tapi tetap saja ada intisari penting di dalamnya. Jangan cepat tersinggung, ambil sisi positifnya,” tegasnya.

Pernyataan itu tak datang tanpa risiko. Di lingkungan birokrasi yang selama ini terbiasa dengan hierarki dan kehati-hatian, membuka ruang bagi kritik adalah keputusan berani. Tapi Fachri tampak ingin menanam benih baru: budaya transparansi dan evaluasi.

Bagi Hasan (bukan nama sebenarnya), seorang pegawai bagian perencanaan pembangunan daerah, ucapan bupati adalah cambuk sekaligus penghibur.

“Kadang kita kerja keras, tapi hanya kesalahan kecil yang disorot publik. Tapi saya setuju, kalau kita tidak mau dikritik, artinya kita tidak siap maju,” katanya, sembari menggenggam map berisi laporan triwulanan.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2 3Next page

Berita Serupa

Back to top button