MalukuMaluku Tengah

Di Rekonsiliasi Pelauw – Kariuw, Kapolda Sebut Ada 52 Titik Konflik Lain di Maluku Terus Berulang

“Satu tahun saya sudah bertugas di sini. Saya orang luar saja sangat mencintai, sangat menyayangi Maluku. Kenapa basudara di sini dengan mudah, ketika ada konflik, tidak menyelesaikan persoalan melalui mekanisme yang ada, tapi selalu mengatakan berdasarkan ego adat, baku bunuh, baku bakar, baku usir sesama saudara?” tandasnya.

Ini penting ia garis bawahi, kata Irjen Latif, supaya pertemuannya tidak hanya formalitas, tidak hanya basa basi, tapi betul-betul mewujudkan bingkai dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Irjen Latif mengatakan setuju dengan salah satu poin rekonsiliasi, yaitu mewujudkan rasa damai. Yang pertama yakni membangun saling percaya, memberikan rasa aman satu dengan yang lain.

“Tapi mari tidak hanya selesai di pertemuan ini, tapi aktualisasi tidak seperti itu. Mari kita bangun persaudaraan yang betul-betul dilakukan dalam hati yang ikhlas,” ajaknya.

Konflik, kata Irjen Latif, sampai kapan akan terus terjadi di daerah ini. Ia tambahkan daerah lain di Indonesia terus maju dan membangun wilayahnya untuk kesejahteraan, sementara di Maluku masih saja terus mengurusi perkelahian.

“Kalau di Polri, Polda-polda lain di Indonesia dalam laporannya menyampaikan sedang mengamankan pembangunan daerahnya, saya di Maluku melaporkan sedang mengamankan perkelahian,” ujar Irjen Latif menyesalkan.

Menurutnya, Maluku merupakan daerah yang sangat kuat apabila masyarakatnya bersatu untuk pembangunan, dan peningkatan taraf kesejahteraan.

Irjen Larif juga berharap pertemuan rekonsiliasi antara Pelauw dan Kariuw mudah-mudahan menjadi role model yang pertama di Maluku untuk menuntaskan sebanyak 52 titik persoalan lainnya.

“Semoga rekonsiliasi ini menjadi role model yang pertama dan akan kita selesaikan juga persoalan lainndi Maluku, dengan melibatkan juga pemerintah pusat, dan penegasan batas sesuai dengan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial Nomor 7 Tahun 2012,” ujarnya.

Irjen Latif menjelaskan dalam UU No 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial, terdapat tiga tahapan penanganan. Diantaranya bagaimana pencegahan, penghentian dan pemulihan pasca konflik.

“Yang kita lakukan kepada saudara-saudara kita Pelauw dan Kariuw ini kita sudah masuk pemulihan pasca konflik. Saya titipkan tadi kepada Pak (Pj) Sekda mari semua kita bekerja dari sini. Kalau ada daerah yang belum terjadi konflik, kita lakukan tahapan pencegahan konflik,” sebutnya.

Irjen Latif mengaku seluruh stakeholder, instansi dan semua elemen masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan konflik, tidak hanya diserahkan kepada Polri.

“Sering ada yang bilang Pak tolong bangun pos keamanan TNI dan Polri, Pak bangun benteng di sana, itu sebenarnya tidak baik bagi suatu daerah. Karena berarti kalian ingin berkelahi terus. Seharusnya pos dari 10 berkurang 5, berkurang 2 dan bila perlu tidak ada lagi pos. Ini yang baru disebut perdamaian sejati,” pungkasnya.(*/TIA)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Previous page 1 2

Berita Serupa

Back to top button