NasionalMaluku

Anggota Komisi IV DPR RI Tolak Orang Pribadi Jadi Subyek Pajak Karbon

potretmaluku.id – Anggota Komisi IV DPR RI, Saadiah Uluputy menyatakan penolakannya, jika individu atau orang pribadi menjadi subjek pajak karbon. Dia katakan, pemerintah harus menentukan ambang batas emisi karbon yang diperkenankan, sehingga implementasi pajak karbon tidak akan menjadi beban dari rakyat kebanyakan.

Hal ini disampaikan Anggota Fraksi PKS ini, kepada potretmaluku.id, Jumat (13/8/2021), mengingat DPR RI tengah melakukan pembahasan Omnibus Law terkait Pajak, yaitu Rencangan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

“Salah satu hal penting yang akan diatur dalam RUU KUP adalan Pajak Karbon. Ini yang saya nilai tidak tepat dikenakan ke rakyat kebanyakan,” ujar Saadiah, yang sehari sebelumnya, Kamis (12/8/2021), juga menyampaikan hal ini, saat diundang oleh Prakarsa dan Radesa Institute, sebagai webinar bertajuk “Peluang dan Tantangan Implementasi Pajak Karbon dalam RUU KUP”.

Anggota legislative asal daerah pemilihan Maluku ini, juga mengingatkan bahwa ketentuan pajak sebagai Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, telah diatur pada UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Pada dasarnya kami sangat menyambut positif pajak karbon, sebagai salah satu upaya mengatasi eksternalitas negative, yang timbul dari aktivitas industri dan menyebabkan peningkatan gas rumah kaca. Pajak karbon merupakan konsepsi yang selaras dengan pembangunan berkelanjutan, yang ingin diwujudkan dalam pembangunan nasional,” tutur Saadiah.

Namun dia menggaris bawahi, agar pajak karbon dapat efektif, maka harus diingat bahwapenyebab emisi yang terbesar adalah sektor kehutanan, yang menyumbang lebih dari 50 % emisi nasional. Oleh karena itu, lanjut dia, sektor kehutananlah yang perlu mendapatkan perhatian besar terutama untuk mencegahnya dari kebakaran hutan dan lahan.

Sementara menanggapi rencana pemerintah yang akan mengenakan tarif Rp.75/ kg CO2e, Saadiah berhitung berdasarkan inventarisasi GRK sebanyak 1,8 juta ton CO2e, “Total penerimaan negara dari pajak karbon adalah Rp.40 Milliar/ Tahun, artinya jauh lebih kecil dari komitmen dunia international untuk mendukung program Reducing Emission from Degradation and Deforestation (REDD+) yang besarnya mencapai U$ 1 Milliar,” tandasnya.

Lantaran itu, anggota DPR RI yang menjadi mitra dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini berpandangan, bahwa anggaran REDD+ yang besar tersebu,t justru dapat digunakan untuk memberikan insentif bagi pihak-pihak yang berkontribusi positif bagi lingkungan.

“Pada kondisi ekonomi yang tertekan akibat Pandemi Covid-19 ini, lebih baik pemerintah mengedepankan mekanisme insentif daripada disinsentif berupa pengenaan pajak,” pungkasnya.(PM-05)


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button