
Tak terasa kita telah memasuki bulan April 2021. Sudah lebih dari setahun pandemi Covid-19 berlangsung di seluruh belahan dunia, tanpa terkecuali. Di bulan ini juga, umat Muslim akan berjumpa dengan Ramadan, yang merupakan pertemuan kedua di masa pandemi Covid-19. Sekira seminggu lagi, umat Muslim dipertemukan dengan bulan yang suci dan penuh berkah itu.
“Ramadan tiba…Ramadan tiba…Ramadan tiba… Marhaban yaa Ramadan…Marhaban yaa Ramadan…,” terngiang di telinga jingle wajib, yang selalu dikumandangkan di hampir seluruh stasiun televisi. Iklan-iklan sirup dan biskuit aneka merk, mulai berseliweran di televisi. Tidak ketinggalan iklan mie instan, yang selalu menjadi makanan favorit para anak kos, ketika sedang tanggung bulan. Mie instan merupakan penyelamat kita ketika lapar, namun abaikan mecinnya.
Bulan Ramadan merupakan bulan dimana perasaanku selalu diliputi rasa haru biru. Karena Ramadan adalah bulan yang penuh kenangan manis dengan almarhum papaku. Saat Ramadan, setiap sore beliau pasti membeli “pabukoan” (makanan untuk berbuka puasa), yang beraneka macam untuk kami sekeluarga, dan semua masakan Padang of course.
Masakan khas Minangkabau seperti dadiah, gulai tambusu, gulai kapalo kambing, soto padang, randang paru masiak, gulai jariang, dendeng batokok, asam padeh, gulai tunjang, pangek masin, sate padang, maco balado jo patai, sambalado dan masih banyak lagi adalah makanan favorit kami berdua (I really missed that moment dad).
Terkenang masa kecilku yang indah di kota kecil Solok, Desa Laing, yang damai di Provinsi Sumatra Barat. Biasanya menjelang Ramadan, bermacam tradisi seru dan unik yang kami lakukan diantaranya balimau dan malamang. Tradisi ini masih terpatri erat dalam ingatan saya. Balimau merupakan tradisi mandi dan keramas menggunakan jeruk nipis, pada jaman dahulu. Tetapi seiring berjalannya waktu, kami mengganti jeruk nipis dengan shampo.
Balimau biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dekat aliran sungai atau tempat mandi. Kami mempunyai tempat mandi favorit, yaitu tempat mandi yang berlokasi di Blok 5, dengan mata air yang jernih di tengah hutan. Lebih tepatnya di Kebun Percobaan Lembaga Penelitian Tanaman Industri (LPTI), dan batang air (sungai) yang mengalir membelah Desa Laing, Solok.
Persiapan sebelum balimau tak kalah hebohnya. Ibu-ibu akan membawa peralatan mandi terutama shampo, sabun dan handuk. Terkadang juga membawa bekal makanan. Karena tradisinya biasanya dilakukan tengah hari, dan sehabis balimau kami menyantap bekal yang dibawa dari rumah.
Tradisi unik Ramadan ini bertujuan untuk membersihkan diri secara lahir dan batin, sebelum memasuki bulan puasa. Selain itu amak-amak tetanggaku malamang, yaitu membuat lamang makanan khas Sumatera Barat yang terbuat dari beras ketan dan dimasukkan ke buluh bambu beralas daun pisang. Lamang merupakan salah satu makanan khas dari Sumatra Barat yang biasa ditemukan ketika Ramadan tiba.
Saya sangat senang, karena para tetangga pasti mengirimkan lamang buatan mereka untuk keluarga kami. Mokasi yo tek, lamak bana lamang jo tapainyo (terima kasih ya tante, enak sekali lemang dan tapenya).
Ketika kami sekeluarga pindah dari Barat ke Barat, tepatnya dari Sumatra Barat ke Jawa Barat, banyak sekali saya temukan tradisi unik dan berbeda dengan tradisi yang ada di daerah tempat tinggal sebelumnya. Salah satunya adalah munggahan. Tradisi munggahan biasanya dilakukan oleh masyarakat Sunda, Jawa Barat. Tradisi unik menyambut bulan Ramadan ini memanfaatkan momen seminggu atau sehari sebelum bulan puasa.
Pada setiap kota di Jawa Barat. memiliki sedikit perbedaan dalam menjalani tradisi munggahan ini. Namun, tradisi yang dianggap wajib di Sunda ini, memiliki makna yang sama, yaitu berkumpul bersama orang-orang terdekat seperti keluarga dan juga teman untuk bersilaturahmi, berdoa bersama dan makan bersama. Ini juga jadi momen saling meminta maaf untuk mempersiapkan diri menuju bulan Ramadan.
Kami dan para tetangga biasanya ngariung (berkumpul bersama) di halaman masjid Nurul Falah, yang terletak di perumahan tempat tinggal kami. Setiap keluarga diminta membawa makanan untuk dihidangkan dalam jamuan potluck (istilah kerennya), untuk makan siang. Ada yang membawa buah, kue dan masakan tradisional daerah masing-masing. Karena tetangga yang mutikultur, sehingga munggahan di tempat kami kaya dengan berbagai hidangan nusantara. I really missed that time.
Sebagai dampak langsung dari Pandemi Covid-19, banyak tradisi yang tertunda dari kegiatan masyarakat kita. Demi menekan laju penyebaran virus corona, pemerintah memberikan himbauan kepada masyarakat untuk membatasi pergerakannya dengan melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Social Distancing, dan Physical Distancing.
Situasi pandemi Covid-19 yang masih melanda seluruh negeri, tentunya mengubah kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan oleh umat Islam, saat menyambut bulan Ramadan. Seperti tradisi munggahan yang selalu dilakukan setiap tahun, menjadi salah satu momen yang selalu dinantikan oleh warga Bogor maupun Jawa Barat khususnya. Sejak berlangsungnya pandemi bulan Februari tahun 2020, tradisi munggahan terpaksa ditiadakan.
Momen silahturahmi munggahan yang dilaksanakan secara langgeng dan berulang-ulang, sepertinya untuk tahun ini akan sangat dirindukan oleh kami. Semoga pandemi virus corona segera usai sehingga di tahun depan kita dapat melepas rindu dengan menjalankan tradisi ini kembali ya. Amin.(*)
Penulis: Lenny Puspita Ekawaty, bekerja di Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud
Rubrik KAWAN JEBI merupakan kerjasama redaksi potretmaluku.id dengan Jelajah Bineka (Jebi), sebuah komunitas yang dibentuk dengan tujuan merangkul anak muda Indonesia untuk lebih peduli terhadap keragaman budaya Indonesia
Rubrik KAWAN JEBI diharapkan dapat menjadi wadah untuk kawan-kawan yang memiliki ketertarikan untuk menulis. Rubrik ini juga merupakan sebuah wadah untuk berbagi informasi maupun pemikiran yang dituliskan secara kreatif.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi