
Oleh: Rivaldo Salakory, alumni Magister Sosiologi Agama – UKSW.
Umat Muslim di seluruh dunia telah dua kali menjalani puasa di tengah Covid-19 secara beruntun. Puasa yang pertama pada tahun 2020, saat wabah yang mematikan tanpa memandang ras, suku dan agama ini ada di Indonesia. Pada masa awal Covid-19 merajalela di negara tercinta Indonesia, seluruh umat beragama bekerjasama menumpas Covid-19. Mulai dari toleransi pengalihan ibadah di rumah masing-masing.
Namun yang terjadi ketika vaksin telah ditemukan dan masyarakat mulai kondusif, timbul aksi teror radikal yang mengganggu stabilitas kerukunan umat beragam agama di Indonesia. Sehingga diharapkan dengan berlangsungnya tradisi keagamaan puasa dapat mengembalikan marwah kebhinekaan kita.
Mengenal, apa itu puasa? Ibadah Puasa menurut KBBI menghindari makan, minum, dan sebagainya. Bagi kaum Muslimin, ibadah puasa, baik puasa wajib maupun puasa sunah, bukanlah sesuatu yang asing.
Umat Islam telah terbiasa melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan dan merupakan ibadah mahdhah yang wajib dilaksanakan. Dalam tulisan Lelya Hilda menjelaskan berpuasa pada bulan Ramadan bagi kaum Muslimin, secara hakikat, bukan hanya menahan dahaga dan lapar mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, tetapi lebih dari itu adalah suatu latihan psikis, mental dan tentu saja fisik biologi.
Secara psikis orang yang menjalankan puasa akan semakin memiliki jiwa dan perilaku sehat, dan tentunya menjauhkan pikiran dan perbuatan dari hal-hal yang bisa mencederai hakikat berpuasa. Sehingga ke depan bisa menjadi orang yang berakhlak mulia.
Puasa merupakan salah satu amalan batin yang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Saat melaksanakan puasa, seseorang harus mampu menahan keinginan-keinginannya, seperti keinginan untuk makan, minum, marah, keinginan nafsu seksual, dan sebagainya. Orang yang melaksanakan ibadah puasa berarti melatih dirinya untuk membimbing atau mengendalikan hawa nafsu dan menahan diri dari dorongan-dorongan naluri yang bersifat negatif, atau dalam istilah psikologi disebut self-control (Hilda, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian dalam bidang kesehatan Wahjoetomo dan Najib menyimpulkan, bahwa ibadah puasa bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan fisik atau jasmani. Pada saat seseorang melaksanakan ibadah puasa, maka terjadi pengurangan jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuhnya sehingga kerja beberapa organ tubuh seperti hati, ginjal, dan lambung terkurangi.
Puasa memberikan kesempatan pada metabolisme (pencernaan) untuk beristirahat beberapa jam, sehingga efektivitas fungsionalnya akan selalu normal dan semakin terjamin. Disamping memberikan kesempatan pada metabolisme (pencernaan) untuk beristirahat beberapa jam, puasa juga memberikan kesempatan pada otot jantung untuk memperbaiki vitalitas dan kekuatan sel-selnya (Ma’rifatullah, 2014).
Begitupun penelitian lain yang dilakukan Sri Astutik Zulianti, mengungkapkan bahwa puasa memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan fisik dan psikis. Manfaat puasa bagi kesehatan fisik adalah: Mencegah penyakit jantung, Penambahan sel darah putih, Menghindari penyakit kanker, Menghindari penyakit diabetes, Mengurangi kecanduan merokok (Zulianti, 2006).
Puasa Dalam Tradisi Keagamaan
Pelaksaanaan puasa melibatkan rangkaian kegiatan panjang yang menyertainya, mulai dari persiapan (pra-puasa), pelaksanaan (puasa) hingga hasil puasa (pasca-puasa). dan dilihat dari perspektif bagaimana makna dari praktik keagamaan yang dilakukan oleh umat Islam tersebut.
Tahapan pra-pelaksanaan (separation)
a) Ziarah Kubur. Tahapan persiapan atau pra-pelaksanaan ritual puasa, dapat dilihat pada ekspresi keberagamaan umat Islam dalam menyambut datangnya bulan suci ini. Berbagai macam persiapan dilaksanakan untuk memasuki suatu tahapan “pensucian” diri manusia dari dosa-dosanya dengan puasa tersebut. Tradisi “nyekar” atau ziarah kubur dan pengiriman doa bagi seluruh anggota keluarga atau kerabat dekat yang telah meninggal dunia, merupakan eksemplarnya.
Anggota keluarga yang masih hidup bersama-sama pergi ke tempat dimakamkannya saudara-saudaranya yang telah meninggal, untuk mendoakan para arwah leluhur yang telah meninggal tersebut. Hal ini dilakukan dengan maksud sebagai bentuk ketaatan mereka kepada orang tua yang sudah meninggal (birr al-walidayn) yang juga merupakan amalan yang mulia, sekaligus sebagai simbol ketaatan.
b) Megengan: ekspresi kebahagiaan menyambut kesucian Ramadan hampir di semua daerah yang berpenduduk Muslim, termasuk di Indonesia, datangnya ibadah puasa pada waktu yang tertentu, disambut oleh seluruh Muslim.
Salah satu ekspresi kebahagiaan dalam menyambut puasa, yang menjadi tradisi khas Jawa adalah megengan. Beberapa hari sebelum puasa tiba yaitu tanggal 1 Ramadan, orang melakukan ritual “slametan” yang dikenal dengan “megengan”.
Slametan menjelang puasa atau yang popular disebut megengan ini, merupakan pesta komunal yang pada umumnya dilaksanakan oleh komunitas masyarakat muslim pedesaan. Di antara anggota masyarakat saling memberi makanan yang sudah matang, yang umumnya terdiri dari nasi dan lauk pauk yang hampir seragam jenis menunya diantara mereka.
Hal itu dimaksudkan untuk sedekah, yang diyakini memiliki keberkahan yang lebih dibandingkan hari-hari biasa, karena dilakukan pada saat menjelang datangnya bulan yang agung yaitu Ramadan. Bahkan mereka meyakini bahwa apa yang sedang mereka lakukan adalah bentuk ekspresi “kegembiraan” datangnya bulan untuk melakukan ritual puasa yang dijanjikan akan mendapat pahala dari Allah seperti sabda Nabi.
Megengan sebagai suatu ritual menyambut puasa ini, biasanya dilaksanakan di tempat-tempat ibadah seperti masjid dan musala, atau di rumah-rumah penduduk. Jika megengan dilaksanakan di tempat ibadah, setiap kepala keluarga membawa ambeng, yakni makanan yang terdiri dari nasi, lauk pauk dan apem. Lauk pauk khas megengan biasanya terdiri dari daging ayam, sambal goreng, mie dan serundeng.
Ambeng biasanya diletakkan di atas tampah baskom (tempat makanan yang terbuat dari bahan bambu) atau baskom (tempat makanan yang terbuat dari bahan seng), lengkap dengan beberapa lembar daun pisang untuk tempat makan (ajang) dan juga berkatan (seonggok nasi lengkap dengan lauk pauk dan apem yang biasanya bercampur menjadi satu bungkus untuk dibawa pulang).
Jika megengan dilaksanakan di rumah, biasanya si tuan rumah atau wakilnya mengundang para tetangga di sore hari sebelum maghrib. Selepas maghrib para tetangga datang. Setelah hadirin lengkap, maka ritual dimulai. Sesepuh desa kemudian membuka acara dengan ucapan salam, penghormatan kepada tamu, dan menyampaikan maksud acara tersebut.
Pemimpin upacara biasanya mengajak hadirin membaca tahlil dan mengakhirinya dengan doa. Setelah selesai, ambeng yang ditutup dengan daun pisang dan sudah disediakan di tengah-tengah hadirin dibuka.
Beberapa orang membagi ambeng tersebut di atas daun-daun pisang atau takir yang sudah disediakan. Setelah pembagian selesai, ambeng tersebut dibagi-bagikan kepada hadirin untuk dimakan secara bersama-sama. Biasanya semua hadirin hanya memakan sedikit ambeng yang dibagikan tersebut, dan kemudian membawa pulang sisanya sebagai berkatan. Kegiatan serupa juga bisa disaksikan di sejumlah wilayah di Indonesia.
Tahapan Pelaksanaan :
Berpuasa Jika bulan puasa benar-benar telah datang, suasana akan berubah. Semua orang yang sedang berpuasa menahan perbuatan negatif, mulai dari yang paling ringan, seperti omongan yang jelek dan menyinggung orang lain, tidak marah, sampai dengan yang berat seperti melakukan kekerasan kepada orang lain.
Orang yang berpuasa selalu akan meningkatkan kemampuan dirinya untuk senantiasa menebar dan berbuat kebaikan. Kegiatan sehari-hari diisi dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an, melakukan salat malam dan memperbanyak sedekah.
Pada bulan puasa, banyak orang yang mengurangi aktivitas fisik. Mereka cenderung memperbanyak aktivitas non-fisik, seperti zikir, membaca Al-Qur’an dan lain-lain. Bagi yang tidak mampu melakukan yang demikian, ada di antara mereka yang mengisinya dengan memperbanyak tidur. Alasannya adalah bahwa dalam keyakinan teologis mereka, dipahami bahwa tidurnya orang yang berpuasa bernilai pahala, meskipun sandaran hadisnya diklaim berstatus palsu.
Secara umum, semua orang mengisi hari-hari puasanya dengan amal kebaikan. Sejak bangun tidur, banyak diantara orang yang berpuasa mengisi waktu paginya dengan bekerja mencari nafkah, melakukan ibadah salat sunah sebelum dan sesudah salat lima waktu. Sore harinya, ketika datang waktu magrib, mereka berbuka dengan aneka makanan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Kegiatan berikutnya diisi dengan salat tarawih secara berjamaah. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan tadarus (membaca Al-Qur’an) hingga tengah malam. Menjelang pagi, yakni sebelum waktu subuh tiba, mereka sudah bangun tidur untuk melaksanakan salat malam dan bersantap sahur.
Tidak hanya dengan mengerjakan ibadah fisik berupa menahan diri dari makan dan minum, mereka juga berusaha untuk “mempuasakan” batinnya. Puasa batin yang dimaksud di sini adalah upayanya untuk menjaga diri dari semua yang dilarang oleh agama (Purnomo, 2017).
Dengan demikian tradisi puasa merupakan kegiatan keagamaan Islam yang telah ada sejak zaman dulu dan terus dijaga melalui lisan yang diturunkan dari pemuka agama, keluarga dll. Sehingga tradisi ini tetap dijalankan demi memaknai kesucian dari kebiasaan keagamaan ini.
Puasa Dalam Semangat Persaudaraan
Puasa dalam konteks kemalukuan merupakan momen yang berfungsi mengikat jejaring Islam-Kristen (Pela). Pengalaman saya pada tahun 2019 ketika berkunjung salah satu wilayah di Maluku, tepatnya Pulau Seram di Negeri Haya (Islam), Tehua (Islam).
Kunjungan saya waktu itu bertepatan dengan bulan puasa. Kedua negeri ini ialah Pela dari Negeri Wassu. Secara teoritis Pela menurut Lattu, merupakan identitas masyarakat Maluku yang diwariskan dari satu generasi ke generasi penerus yang lain dan dipelihara sebagai ingatan kolektif yang harus dipertahankan (Lattu, 2012).
Saya melihat unsur keagamaan pun mampu mengikat kembali silaturahmi kami selaku Pela Gandong. tradisi puasa menciptakan ruang lintas agama, agar kami dapat saling belajar, bertukar pikiran terkait tradisi keagamaan kami.
Saya berharap ada bulan puasa tahun ini membawa berkah saudara Muslim sehingga melewati ibadah puasa dengan baik, di tengah masalah covid-19, serta mengedepankan hidup harmonis satu dengan yang lain. Terkhusus bagi saudara gandong saya pelosok wilayah Seram, Haya dan Tehua yang sementara melaksanakan ibadah Puasa.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi