Kasus JAK TV: IJTI Minta Kejaksaan Hormati Kemerdekaan Pers

potretmaluku.id – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) secara resmi menyampaikan sikap mereka menyusul pengumuman Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang menetapkan Direktur Pemberitaan JAK TV sebagai tersangka.
Melalui siaran pers Kejaksaan Agung RI dengan nomor PR – 331/037/K.3/Kph.3/04/2025 tertanggal 22 April 2025, diketahui bahwa penetapan tersebut berkaitan dengan dugaan aliran dana suap senilai lebih dari Rp478 juta.
Menanggapi hal ini, IJTI menyatakan dukungan penuh terhadap proses penegakan hukum, khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi.
Namun di sisi lain, mereka menyuarakan keprihatinan atas potensi kriminalisasi terhadap insan pers yang menjalankan tugas jurnalistiknya. Berikut adalah poin-poin penting dari pernyataan sikap IJTI yang disampaikan kepada publik.
1. Dukungan Terhadap Upaya Pemberantasan Korupsi
IJTI dengan tegas menyatakan bahwa mereka mendukung langkah-langkah Kejaksaan Agung dalam mengungkap dan menindak kasus dugaan suap yang melibatkan berbagai pihak.
Menurut organisasi ini, tindakan aparat penegak hukum harus dilakukan secara terbuka dan akuntabel. Kasus dugaan aliran dana lebih dari Rp478 juta yang menyeret nama Direktur Pemberitaan JAK TV memang perlu dibongkar secara menyeluruh.
Dalam konteks ini, IJTI menegaskan bahwa mereka tidak pernah memberikan perlindungan terhadap tindak pidana korupsi, termasuk jika pelakunya berasal dari kalangan media.
Mereka memandang bahwa siapa pun yang terbukti melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
2. Penolakan terhadap Kriminalisasi Insan Pers
Meski mendukung upaya hukum, IJTI menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap kemungkinan penetapan tersangka yang dilandaskan pada aktivitas jurnalistik. Terlebih, jika penilaian Kejaksaan menganggap suatu pemberitaan yang bersifat kritis sebagai bentuk penghambatan proses penyidikan.
Bagi IJTI, penyampaian informasi yang bersifat kritis merupakan bagian dari fungsi kontrol sosial yang melekat pada profesi jurnalis.
Dalam sistem demokrasi yang sehat, kritik terhadap kekuasaan merupakan hal wajar dan bahkan diperlukan. Oleh sebab itu, penetapan tersangka kepada jurnalis karena pemberitaan—terutama yang dianggap “negatif”—dapat mengarah pada bentuk represif yang membahayakan kebebasan pers.
3. Pentingnya Koordinasi dengan Dewan Pers
Salah satu poin penting yang disorot oleh IJTI adalah proses hukum terhadap karya jurnalistik seharusnya tidak dilakukan tanpa melibatkan Dewan Pers.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Dewan Pers merupakan lembaga yang memiliki wewenang menilai dan menangani dugaan pelanggaran dalam karya jurnalistik.
Jika yang dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV adalah produk jurnalistik, maka langkah pertama yang semestinya ditempuh Kejaksaan adalah melakukan koordinasi dengan Dewan Pers.
Langkah ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan untuk memastikan penghormatan terhadap kemerdekaan pers.
4. Potensi Preseden Buruk dan Ancaman terhadap Demokrasi
IJTI juga mengingatkan bahwa tindakan ini bisa menjadi preseden yang berbahaya. Ketika aparat hukum menetapkan insan pers sebagai tersangka hanya karena memuat pemberitaan yang bersifat kritis, hal tersebut berpotensi menjadi alat yang disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk membungkam suara media yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka.
Ini bukan sekadar persoalan individu, tetapi menyangkut iklim kebebasan pers di Indonesia. Jika jurnalis tidak lagi merasa aman dalam menjalankan tugasnya, maka kontrol sosial terhadap kekuasaan akan melemah.
Demokrasi pun menjadi taruhannya. IJTI menyuarakan bahwa jurnalis harus dapat bekerja tanpa tekanan atau ancaman kriminalisasi.
5. Sengketa Pemberitaan Harus Diselesaikan Lewat Dewan Pers
Mengacu pada UU Pers, setiap konflik atau sengketa yang timbul akibat pemberitaan semestinya diselesaikan melalui mekanisme yang sudah disediakan, yakni Dewan Pers.
Pendekatan hukum pidana yang langsung menyasar jurnalis tanpa proses etik di Dewan Pers hanya akan menciptakan rasa takut dan membungkam ruang dialog publik.
IJTI menegaskan bahwa kerja jurnalistik bukanlah tindakan kriminal, melainkan bagian dari upaya menjaga transparansi dan akuntabilitas di masyarakat. Oleh karena itu, penyelesaian persoalan pemberitaan wajib ditempuh melalui jalur yang sesuai dengan prinsip kebebasan pers.
Penegasan dan Seruan IJTI kepada Seluruh Insan Pers
Di akhir pernyataannya, IJTI kembali menegaskan bahwa mereka mendukung penuh upaya pengungkapan aliran dana suap oleh Kejaksaan Agung.
Namun, penetapan tersangka terhadap insan pers yang didasarkan semata-mata pada pemberitaan perlu mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Dalam konteks ini, IJTI menyerukan adanya klarifikasi dan koordinasi dengan Dewan Pers agar tidak terjadi kesalahan prosedur.
IJTI juga mengajak seluruh jurnalis untuk tetap menjaga profesionalisme dan etika dalam menjalankan tugas jurnalistik. Independensi media harus dipelihara, dan keberanian menyampaikan fakta harus terus dijunjung tinggi, meski berada dalam tekanan atau tantangan.
Di sisi lain, IJTI meminta aparat penegak hukum untuk menghormati prinsip-prinsip kebebasan pers, serta tidak menggunakan pendekatan represif terhadap kerja-kerja jurnalistik.
Karena di negara demokratis, pers bukan musuh hukum, melainkan mitra dalam membangun keterbukaan informasi.
Menjaga Keseimbangan antara Penegakan Hukum dan Kebebasan Pers
Pernyataan sikap dari IJTI ini menjadi refleksi penting bagi semua pihak, baik aparat penegak hukum, insan pers, maupun masyarakat luas.
Di satu sisi, pemberantasan korupsi harus terus berjalan dengan dukungan penuh dari masyarakat. Namun di sisi lain, penghormatan terhadap kemerdekaan pers sebagai pilar demokrasi juga tidak boleh diabaikan.
Menjadi tantangan besar untuk menegakkan hukum tanpa merusak prinsip kebebasan pers. Dan di sinilah pentingnya sinergi antara lembaga penegak hukum dan lembaga etik seperti Dewan Pers agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan potensi kriminalisasi terhadap insan pers yang justru menjalankan perannya sebagai penjaga nurani publik.(*/RED)
IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi