Nurul Irsan Asrul dan Alarm Krisis Ekologi Lewat Kriya Pirografi
Kedua aktivitas yang membawanya bersentuhan dengan alam ini, rupanya tak sekadar menginspirasinya, tapi juga ikut mempengaruhi cara pandang dan ketertarikannya pada isu ekologis.
Argumentasinya, mengapa sehingga dia mengangkat objek hewan, itu karena objek hewan dapat mengedukasi masyarakat tentang adanya krisis ekologi. Dengan begitu, dia berharap—lewat karya pirografinya—dapat mendorong masyarakat bersama-sama melakukan tindakan nyata dalam upaya-upaya pelestarian.
Memang sangat mungkin, objek-objek hewan yang terdapat dalam karyanya ini, mampu menarik atensi dan mendorong kepedulian berbagai pihak. Paling tidak, menggugah orang-orang untuk melakukan gerakan perubahan dalam menjaga keanekaragaman hayati.
Itu segi positifnya sebagai perupa, yang punya tanggung jawab sosial dan kewajiban moral untuk mengambil peran dalam mencegah punahnya hewan-hewan endemik Indonesia. Lihat saja gambar-gambar yang dihadirkan dalam pameran ini.
Ada penyu sisik, badak sumatra, gajah sumatra, elang jawa, tenggiling, rangkong badak, macan dahan, dan tarsius tumpara. Gambar hewan-hewan yang secara populasi terus menyusut itu, dibuat di atas limbah kayu ukuran rata-rata 50 x 40 cm.
Dari keseluruhan karya yang dikerjakan, menurutnya, menggambar tarsius dengan panas api punya tingkat kesulitan tersendiri. Pasalnya, dia mesti membuat satu per satu helai bulu pada hewan yang biasa hidup di hutan hujan tropis berlumut di wilayah Sulawesi itu.
Aksen berupa tata letak pencahayaan atau gelap terang mesti dihidupkan agar species primata terkecil di dunia itu bisa dinikmati secara visual. Tantangan menghidupkan hewan-hewan ini secara teknis, sekaligus menjadi keunikan karya-karya Pado secara filosofis.
Lewat kemampuan menggabungkan keahlian teknik dengan pesan lingkungan, dia hendak menceritakan keindahan alam, sekaligus menyingkap kerapuhannya. Dengan begitu, kepedulian kita tergerak, dan tersadarkan akan pentingnya melestarikan spesies yang diambang kepunahan ini.
Kampanye ekologis dengan pendekatan ramah lingkungan ini, rasa-rasanya melampaui peralatan sederhana yang dipakai dalam mencipta setiap karya pirografinya.
Gambar-gambar hewan di atas papan kayu jati bekas, yang dikerjakan antara 3-5 hari, punya dimensi luas ke masa depan melebihi durasi waktu pengerjaannya. Kendala dalam memilih media atau kayu yang bagus dan tepat, menjadi semacam romantika dalam proses berkarya.
Pada setiap tahapan menghasilkan karya pirografi, mulai dari mempersiapkan media hingga teknik pembakaran dan finishing, bagi Pado, punya ceritanya tersendiri. Butuh insting untuk mngontrol suhu yang tepat, karena nyaris kesalahan menatah panas api di atas kayu tak bisa diperbaiki.
Dan begitu karya-karya ini tercipta, masalah lain muncul, yakni kesehatan sang perupa yang keseringan terpapar asap dan panas.(*)
IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi