Kehadiran Putri Pala di Belgica
Oleh: Arie Rumihin (Kantor Bahasa Provinsi Maluku)
Tensi meninggi di Belgica. Ada ketegangan yang berbeda di sana. Hari ini, Kamis 12 Maret 2023, adalah hari pementasan yang ditunggu-tunggu masyarakat karena tepat pukul 20.00 WIT, Banda Heritage Society menghelat pertunjukan bertajuk Putri Pala (The Nutmeg Princess) Part 2 di Benteng Belgica, Banda Naira, Maluku Tengah.
Masyarakat kepulauan rempah disuguhi sesuatu yang berbeda malam itu. Pertunjukan kolaborasi teater, video art, dan kuliner jenis ini memang baru pertama kali diadakan di Maluku Tengah.
Sebagian besar kru yang terlibat adalah anak-anak Banda sendiri. Mereka adalah hasil workshop lighting, artistik, teater di tahun 2021 serta workshop video dan kuliner di tahun ini.
Diantara mereka tampak beberapa wajah-wajah lama dunia seni budaya yang datang dari luar Maluku semisal Zamzam Mubarok, Sugianty Ariani, Lawe Samagaha, Dadang Nugraha, dan Deden Bulqini.
Bagi nama yang disebutkan terakhir, ini adalah kali pertamanya menginjakan kaki di Naira. Dia mengaku sebelum ini pengalaman terdekatnya dengan Banda hanyalah riset literatur dalam proyek teater ‘Mereka yang Menunggu di Banda Naira’ bersama Happy Salma.
“Tapi hanya sebatas itu. Yang menarik adalah ketika tiba di sini, potensi lokal masyarakat dan alam ternyata sangat kuat. Bayangan tentang Banda menjadi sangat berbeda setelah merasakannya secara langsung,” ungkap pria yang juga adalah pelukis ini.
Di Putri Pala, Bulqini bertugas sebagai Artistic Designer dan Multimedia. Rancangannya menghasilkan sebuah perahu bambu besar di tengah-tengah benteng yang bisa berubah menjadi buah pala. Ini adalah arena bermain para aktornya.
Menggarap pertunjukan kompleks dengan aktor dan kru baru adalah tantangan tersendiri.
Bulqini menanggapinya dengan moderat. “Kalau berat ya mungkin saja, karena bentuk teater seperti ini adalah teater eksperimental dimana proses kreatif diciptakan bersama melalui pencarian-pencarian”.
Dia menambahkan, mungkin sutradara tidak mau proses kreatif di Banda hanya sekadar tontonan.
“Tapi ini tentang seseorang bisa mengalami atau berkatarsis melalui diri pribadi tentang sesuatu. Penonton perlu dibawa berpikir bukan sebatas mencari hiburan saja,” tuturnya.
Pria lulusan Seni Rupa Murni, Institut Seni Budaya Indonesia ini mengharapkan penonton akan mengalami pengalaman yang membuka wawasan terutama tentang kearifan lokal yang jika dibalut lewat proses seni akan menghasilkan karya yang mahal.
“Proses berkesenian seperti ini akan membuka banyak pintu bagi pelakunya,” tutupnya.(*)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi