Anti-Estetika Jadi Tema Pameran Lukisan Asman Djasman di Artmosphere Studio, Makassar
PENDAPAT
Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)
Pameran lukisan di Artmosphere Studio, yang diadakan Makassar Art Initiative Movement (MAIM), sejak Minggu, 18 Agustus 2024, terasa beda. Solo art exhibition yang menampilkan karya-karya Asman Djasman ini terbilang minimalis.
Pembukaan pameran seni lukis Anti-Estetika ini dihadiri sejumlah perupa Sulawesi Selatan. Para perupa malam itu berdiskusi dengan mengusung tema Anti-Estetika, tapi melebar juga pada bahasan soal keseni-rupaan lainnya. Mereka yang hadir, antara lain Zamkamil, Jenry Pasassan, Rimba, Firman Djamil, Ahmad Fauzy, Amrullah Syam, dan Faisal Syarif.
Hanya ada tiga lukisan, masing-masing berukuran 80×80 cm, mengisi ruangan sebesar 8×5 meter. Tiga karya Asman Djasman itu menempati tiga sisi galeri yang berada di Lorong 8 Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkulang, Kota Makassar.
Anti-Estetika jadi tema pameran lukisan dari Asman Djasman, pelukis kelahiran Makassar, 1 Agustus 1967 itu. Anti-estetika ini menolak gagasan bahwa seni hanya bernilai jika secara visual terlihat indah dan memanjakan mata yang melihatnya. Dalam karya seni jenis ini, ekspresi dan makna sebuah karya lebih diketengahkan dibanding keindahannya.
Dalam katalog yang disediakan berupa selembar kertas, digambarkan secara ringkas profil pelukisnya. Asman Djasman mulai belajar melukis pada usia 11 tahun (1978) di Fort Rotterdam, Makassar.
Dia sempat kuliah di Jurusan Seni Murni UNM. Dia merupakan alumni Jurusan Ilmu Komunikasi Unhas. Dia juga merupakan alumni Jurusan Perpustakaan dan Informasi Unhas, dan alumni PGSD UNM.
Asman Djasman, yang berprofesi sebagai guru itu, pernah jadi ilustrator dan penulis cerita bergambar di Harian Fajar, tahun 1983. Pernah mengadakan pameran tunggal di Tiang Merah, 20-27 September 2003. Saat itu, dia memamerkan 21 lukisannya.
Kali ini, pelukis yang suka mengenakan topi newsboy itu menampilkan 3 karya, masing-masing berjudul “Melayang”, “Ranting Putih dan Kupu-Kupu”, dan ‘Powerless”. Menariknya, pada setiap lukisannya, Asman Djasman menuliskan aksara lontarak sebagai pesan sebagai bagian dari karyanya.
Salah satu kutipannya dalam lukisan “Powerless” berbunyi: kakdek nakke jangang-jangang, akrikbakmak mattannga langik, na kubiluki pakrasangang masunggua. Artinya, andaikan aku seekor burung, akan akan terbang ke angkasa dan aku datangi negeri yang sejahtera.
Jenry Pasassan, perupa yang juga tergabung dalam MAIM, mengatakan bahwa Asman Djasman ini tipikal orang yang selalu mengajak orang berpikir. Asman Djasman, dinilai berani memilih jalur seni rupa dengan kedalaman pemahaman filosofis yang memadai. (*)
IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DIĀ GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi