SEBUAH perahu motor bermesin satu itu melaju membelah ombak. Kemudinya dipegang seorang perempuan muda, bertubuh mungil. Sesekali dia sedikit menaikkan mesin, saat penggerak body perahu motor tempel tersebut tiba-tiba mati. Biasanya ini lantaran ada sampah yang nyangkut pada baling-balingnya. Mesin kemudian dinyalakan, lalu alat transportasi itu kemudian melaju kembali.
Perempuan berusia 20 tahun ini, namanya Mentari Tuhumury. Dia ternyata tercatat sebagai mahasiswi semester 6 Jurusan Keperawatan pada Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon.
Jika mahasiswa seusia Mentari ada yang suka nongkrong di Caffee, maka perempuan asal Dusun Seri, Desa Urimeseng, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon ini, di luar waktu kuliah ia memilih nongkrong di laut. Dia dikenal sebagai perempuan nelayan, pemburu ikan tuna.
Tubuhnya yang mungil dan ramping, tidak menjadi penghalang bagi dia untuk melaut. Bahkan jika sebagian orang menghindari ombak, Mentari justru menerjang ombak.
“Soalnya kalau ombak besar, tuna makan bagus,” ujar Mentari kepada Sri Kadarisman, yang berbagi cerita pada akun facebooknya.
Tatapan mata Mentari terlihat tenang, sambil mengarahkan perahu motornya menuju areal fishing ground (daerah penangkapan) Tuna. Pagi itu mereka sengaja berjalan-jalan menuju fishing ground, untuk melihat jarak yang harus ditempuh Mentari setiap kali melaut untuk mencari Tuna.
Biasanya perempuan dengan bobot tubuh 40 kg ini, mulai berangkat melaut saat Subuh, sebelum mentari benar-benar merekah. Lalu meski tuna rata-rata berbobot di atas 50 kg, namun dia mampu menanganinya dengan baik. Bahkan bisa sampai 100 kg.
Hasil tangkapan tunanya, selain dipakai untuk membantu orang tua, Mentari juga membiayai kuliahnya.
“Katakanlah 1 ekora tuna yang ditangkapnya memiliki bobot 50 kg, dengan harga jual per kilogram Rp.50.000, maka dia sudah mengantongi Rp.2.500.000,” terang Sri yang bekerja pada salah satu perusahaan perikanan di Maluku ini.
Dalam postingan FB-nya tentang Mentaryang mendapatkan 101 komentar dan 707 kali dibagikan ini, Sri menuturkan, selama dia berkunjung ke beberapa daerah basis nelayan, umumnya semua nelayannya laki-laki. Baru kali ini dia jumpai nelayan perempuan, dan masih berusia muda.
Mentari termasuk punya “sisi” untuk ikan tuna. Kadang ayahnya melaut, tidak dapat tuna. “Jadi papa biasanya ajak beta supaya bisa dapa tuna,” ungkap perempuan yang tidak saja berburu tuna, tapi juga menangkap ikan-ikan pelagis kecil lainnya seperti cakalang, komu, momar, kawalinya, dan kembung.
“Nona Nanis sang pejuang hidup di lautan.
Jadi inspirasi untuk banyak orang, bahwa hidup itu tidaklah sulit jika kita mau bekerja keras tanpa gengsi. Apapun talenta kita, manfaatkan lah dengan tekun,” tulis Sri di statusnya terkait Mentari Tuhumuri yang berjuang di lautan tanpa takut kulit wajahnya hangus, serta tak gentar dengan ombak dan badai.(ZAI)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi