
potretmaluku.id – Sejumlah tenaga honorer yang masuk dalam database sebagai calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) mengundurkan diri.
Keputusan ini cukup mengejutkan, mengingat status PPPK paruh waktu merupakan kesempatan yang dinanti-nantikan banyak pencari kerja di sektor publik.
Informasi yang dihimpun potretmaluku.id, keputusan pengunduran diri itu ditempuh lantaran ketidakmampuan Pemerintah Daerah (Pemda) SBT untuk membayar gaji tenaga PPPK paruh waktu yang diangkat nanti.
Hal itu diketahui setelah Pemda SBT meminta seluruh calon PPPK paru waktu menandatangani surat pernyataan kesanggupan menerima gaji atau upah sesuai kemampuan keuangan daerah yang disodorkan Pemda SBT melalui instansi-instansi sebagai syarat pengangkatan tenaga PPPK paruh waktu.
Beberapa poin yang tercantum dalam surat pernyataan kesediaan tersebut meliputi :
1. Bersedia menerima gaji/upah tergantung kemampuan keuangan Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur.
2. tidak menuntut besaran gaji/upah di luar ketentuan tersebut.
3. Sanggup melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Apabila di kemudian hari saya melanggar pernyataan ini, saya bersedia menerima segala konsekuensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
“Iya, tapi beta (saya) seng mau tandatangan surat pernyataan itu, dan beta sudah mundur diri dan tidak lanjut masukan daftar riwayat hidup,”ujar salah satu calon PPPK paruh waktu saat dikonfirmasi potretmaluku.id, Rabu (17/9/2025).
Sumber itu mengaku, sudah bertahun-tahun honor disalah satu instansi sejak Mukti Keliobas (MK) menjabat Bupati, dan tidak digaji. Namun atas kebijakan bupati, setiap tahun mereka mendapat insentif sebesar Rp.4,8 juta.
Kata dia, insentif yang diterima hanya ada dimasa pemerintahan MK. Sejak beralihnya pemerintahan dari MK ke Bupati Fachri Alkatiri, itu semuanya ditiadakan.
“Waktu jaman pak Mukti masih ada kebijakan, dapat setahun itu Rp4,8 juta. Setelah pergantian bupati, samua gelap. Bahkan katong (kita) disuruh tandatangan surat pernyataan bersedia tidak di gaji,”ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan calon PPPK paruh waktu lain yang enggan namanya ditulis. Dia juga mengaku menerima surat pernyataan tersebut. Surat pernyataan yang sama juga diterima oleh tenaga honorer di instansi lainnya.
Kata dia, pengangkatan PPPK di Kabupaten SBT seolah membebani keuangan daerah, sehingga para calon pegawai diminta untuk menandatangani surat pernyataan tersebut.
“Bukannya tidak bersyukur, tapi ini pilihan. Daripada jadi beban negara dan daerah, lebih baik kami memilih mundur,”tandasnya. (SAH)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi