Kontroversi Seleksi PPPK, Kasus Erlinda Alyanuari Dipertanyakan Para Guru se-Indonesia
potretmaluku.id – Erlinda Alyanuari, seorang guru honorer asal Subang, Jawa Barat, saat ini menjadi perbincangan hangat di media sosial, khususnya di TikTok.
Ia adalah lulusan Universitas Indraprasta PGRI, jurusan Pendidikan Sejarah, yang diwisuda pada Oktober 2023. Tak lama setelah lulus, Erlinda mulai mengajar di salah satu SD Negeri di Subang sebagai guru honorer.
Meski baru sekitar satu tahun mengabdi, Erlinda berhasil lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024 Tahap II melalui jalur Ruang Talenta Guru (RTG).
Namun, kabar ini justru memicu kontroversi karena jalur RTG mensyaratkan masa pengabdian minimal dua tahun, atau empat semester berturut-turut. Fakta ini memancing perdebatan publik tentang keabsahan kelulusannya.
Kontroversi dan Reaksi Netizen
Kabar kelulusan Erlinda melalui jalur RTG mendapat perhatian besar, terutama dari komunitas pendidikan dan netizen.
Banyak yang mempertanyakan bagaimana guru honorer dengan masa pengabdian kurang dari dua tahun bisa memenuhi syarat seleksi. Tuduhan adanya “jalur orang dalam” atau ketidaksesuaian data dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) mulai mencuat.
Salah satu unggahan TikTok dari akun @crxa008 menjadi sorotan. Video tersebut mengungkap bahwa Erlinda, kelahiran 2001 dan lulusan 2023, lolos seleksi PPPK meski baru mengajar sekitar satu tahun.
Unggahan ini memicu diskusi panas, terutama di kalangan guru honorer yang merasa kecewa karena banyak di antara mereka yang telah mengabdi lebih lama namun belum mendapatkan kesempatan serupa.
Penjelasan Jalur Ruang Talenta Guru (RTG)
Jalur RTG merupakan mekanisme dalam seleksi PPPK yang ditujukan untuk guru honorer dengan pengalaman minimal dua tahun.
Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada guru yang telah lama mengabdi untuk diangkat menjadi ASN dengan perjanjian kerja.
Namun, kasus Erlinda memunculkan dugaan bahwa pelaksanaan dan pengawasan persyaratan ini masih perlu ditingkatkan.
Menurut informasi dari berbagai sumber, jalur RTG dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer yang selama ini mengisi kekosongan tenaga pengajar di berbagai daerah. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, kasus seperti ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem seleksi.
Reaksi Pemerintah dan Evaluasi Sistem Seleksi
Hingga kini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini.
Namun, isu ini semakin menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap proses seleksi PPPK. Banyak pihak berharap pemerintah memperketat pengawasan terhadap persyaratan yang telah ditetapkan.
Beberapa pakar pendidikan menilai bahwa perlu ada mekanisme pengaduan dan verifikasi data yang lebih kuat. Hal ini untuk memastikan bahwa seleksi berjalan adil dan tidak merugikan pihak yang memenuhi syarat.
Dampak Bagi Komunitas Guru Honorer
Kasus ini menimbulkan kekecewaan di kalangan guru honorer. Banyak di antara mereka telah mengabdi selama bertahun-tahun tanpa kejelasan mengenai status mereka.
Beberapa guru menyampaikan kritik di media sosial, menuntut agar pemerintah lebih transparan dan adil dalam pelaksanaan seleksi PPPK.
Guru honorer yang merasa dirugikan mendesak adanya reformasi sistem seleksi. Mereka berharap pemerintah mendengarkan aspirasi mereka dan memberikan prioritas kepada guru yang benar-benar memenuhi syarat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas
Kasus Erlinda Alyanuari menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dalam seleksi PPPK. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap tahapan seleksi dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Selain itu, mekanisme pengaduan harus dirancang agar dapat menangani keluhan secara cepat dan tepat.
Meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem seleksi PPPK adalah hal krusial. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah memperkuat integrasi data pada sistem Dapodik dan meningkatkan transparansi informasi kepada peserta seleksi.
Kontroversi yang melibatkan Erlinda Alyanuari menyoroti perlunya perbaikan sistem seleksi PPPK, terutama dalam aspek pengawasan dan transparansi. Dengan adanya perhatian luas terhadap kasus ini, diharapkan pemerintah dapat segera melakukan evaluasi dan reformasi untuk menciptakan proses seleksi yang lebih adil dan akuntabel. Hal ini penting agar setiap guru honorer yang telah berdedikasi mendapatkan kesempatan yang layak sesuai dengan aturan.(*/TIA)
IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi