Oleh: Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA (Dosen Fisipol, Universitas Pattimura Ambon)
“Hak pilih adalah hak yang sangat penting” (Susan B. Anthony)
Kata-kata itu merupakan quotes Susan B. Anthony (1820-1906), seorang reformis sosial dan aktivis hak-hak perempuan Amerika Serikat pada zamannya, yang memainkan peran penting dalam gerakan hak pilih perempuan.
Betapa urgennya hak politik warga masyarakat, hingga banyak penggiat demokrasi yang mengingatkan warga masyarakat selaku pemilih (voters), agar rasional menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Pasalnya jika salah memilih para kandidat, dengan parameter yang tak rasional, untuk mengisi jabatan di lembaga legislatif dan eksekutif, maka bisa menghasilkan para pimpinan tiran dan otoriter, yang menghianati suara warga masyarakat, dengan abai memenuhi ekspetasi mereka, dimana hanya mementingkan diri mereka sendiri.
*
Pemilu merupakan agenda demokrasi berskala nasional, didalamnya terdapat rezim Pemilihan Legislatif (Pileg), untuk warga masyarakat memilih Calon Anggota (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Serta rezim Pemilihan Presiden (Pilpres) bagi rakyat memilih Calon Presiden-Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres).
Sementara itu agenda demokrasi berskala lokal, didalamnya terdapat rezim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung tingkat provinsi dan kabupaten/kota, untuk memilih Calon Gubernur-Calon Wakil Gubernur (Cagub-Cawagub), Calon Bupati-Calon Wakil Bupati (Cabub-Cawabub), dan Calon Walikota-Calon Wakil Walikota (Cawali-Cawawali).
Pilpres di tanah air pertama kali diselenggarakan pada tahun 2004, kemudian digelar Pilpres tahun 2009, 2014, 2019 dan terakhir Pilpres tahun 2024. Selanjutnya Pilkada langsung serentak tingkat provinsi dan kabupaten/kota pertama kali digelar pada tahun 2005.
Namun pada tahun tersebut, tidak semua provinsi dan kabupaten/kota di tanah air menggelar Pilkada langsung serentak. Pasalnya hanya dilaksanakan pada 7 provinsi, 174 kabupaten, dan 31 kota. Setahun hingga dua tahun kemudian barulah sisa provinsi dan kabupaten/kota menggelar Pilkada langsung serentak gelombang kedua. Hal ini didasari berakhirnya masa jabatan kepala daerah dan wakil kepada. (Kompas, 2020, Wikipedia, 2024).
Agenda demokrasi nasional dan lokal, bagi warga masyarakat memilih para figur kandidat, untuk mengisi jabatan di lembaga eksekutif secara langsung, merupakan lompatan politik yang impresif, dimana sebelumnya dilaksanakan secara tidak langsung di lembaga legislatif tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Dengan pemilihan secara langsung tersebut, warga masyarakat yang kemudian memilih figur Capres-Cawapres, Cagub-Cawagub, Cabub-Cawabub) dan figur Cawali-Cawawali, yang sesuai dengan aspirasi mereka, dengan mengedepankan asaz Pemilu : langsung, umum, bebas (Luber) dan rahasia serta jujur dan adil (Jurdil). Sehingga adigium ”memilih kucing dalam karung” tak berlaku lagi.
Hal yang tak kalah penting yakni, terdapat kebinekaan dari aspek agama, etnis, ekonomi, dan ideologi politik warga masyarakat Indonesia, yang merupakan pemilih, yang menggunakan hak politiknya dalam Pilpres dan Pilkada langsung tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi